oleh sora9n
Dulu, waktu saya masih SMA, seorang saudara jauh saya yang tinggal di pinggiran Surabaya pernah menunjukkan sikap rada unik. Kebetulan, waktu itu saya sendiri sedang berada di kota tersebut untuk menghadiri suatu acara keluarga.
Saat itu, saudara tersebut berulangkali menyatakan perbandingan dengan ekor kalimat “…tidak seperti Jakarta, lah.”
Bukan, ini bukan soal sikap sinis dan sebangsanya. Sesungguhnya, saya justru menangkap kesan semacam perasaan inferior. Like, speaking in awe of something far away.
Tentang ‘sekolah di kota’ (Jakarta) yang bangunannya bagus-bagus; tentang orang Jakarta yang rumahnya besar-besar dan mewah; tentang kehidupan remaja ibu kota; dan lain sebagainya. Jadi, kesan yang tampak di matanya, Jakarta itu begitu hebat dibandingkan dengan kota tempat tinggalnya — yang kebetulan sekarang sudah menjadi lautan lumpur panas berwarna abu-abu.
Tapi, saya tahu lebih baik. Hal itu terlalu indah dibanding kenyataan… karena saya sudah pernah melihat ‘Jakarta’ secara langsung. Ya, karena saya sering melewati sebuah pasar super padat yang langitnya penuh asap knalpot bajaj ketika SMA. Juga karena saya tahu rasanya melewati jalan dekat kuburan yang ditakuti anak SMA, saking seringnya terjadi kasus pemalakan bersenjata di sana. Dan tentunya, karena saya juga pernah melihat kereta kelas ekonomi yang penumpangnya menyesak sampai ke atap di sore hari…
…dan saya tahu penyebab mengapa saudara saya itu berpikir sedemikian ajaibnya tentang Jakarta.
“Jakarta itu nggak seperti yang digambarkan di sinetron lho, Mas,” kata saya. “Itu mah terlalu dilebih-lebihin.” Saya berkata sambil meringis aneh. Di sisi lain, perasaan saya bercampur antara miris dan ingin tertawa.
Dia kaget. “Lho, iya ya?”
Saya mengangguk. Lalu saya ceritakan padanya: bahwasanya benar bahwa di Jakarta banyak rumah-rumah besar. Di Jakarta banyak orang-orang kaya, dan lain sebagainya seperti yang dituturkan di sinetron. Tetapi, itu tidak seluruhnya — kenyataannya, rasio orang kaya dan miskin di Jakarta tidaklah sebesar perbandingannya di sinetron. Tidak semua keluarga di Jakarta kaya, misalnya, dan punya pembantu cantik dari keluarga miskin yang jadi idola pemirsa. Dan tak mesti pernikahan serta hubungan ditentukan lewat status sosial dan ekonomi. kalau begitu sih, saya juga nggak akan berani naksir seorang cewek yang tinggal di daerah Menteng 😡
Saudara saya itu kemudian menyahut, “oh, kalau begitu yang anak-anak sekolah di Jakarta ndak seperti di sinetron begitu, ya?”
Saya jelaskan, bahwa mungkin saja ada di antara mereka yang hobinya pacaran terus dan memakai baju ketat ke sekolah. Tapi TIDAK semuanya seperti itu. Saya jelaskan bahwa teman-teman saya pun ada yang dari keluarga tidak mampu. Yang tinggalnya dekat pasar yang selalu kebanjiran pun ada… dan tak banyak teman saya yang berlimpah kekayaan, lantas terang-terangan menyebutnya untuk menyombongkan diri. Intinya, dunia di Jakarta tidaklah seindah, semewah, dan sekejam itunya amat. 😛
Saudara saya mengangguk-angguk. Satu kesalahpahaman telah diluruskan.
Dan saya terheran: entah berapa banyak orang, di nusantara ini, yang pernah memandang “Jakarta” lewat kacamata sinetron dan tertipu olehnya.
Maret 9, 2008 at 8:29 am
Walah, sodaramu korban sinetron tuh. Untung dah kau sadarkan bahwa sinetron hanya dunia mimpi bagi sebagian masyarakat Jakarta. Dan kenyataan sih bagi sebagian kecilnya. 😆
Maret 9, 2008 at 8:34 am
@ danalingga
…dan saudara saya (mungkin) cuma sebagian kecil dari entah-berapa yang menilai kota Jakarta dari sinetronnya. Oh well. 😆
Maret 9, 2008 at 12:07 pm
sinetron itu khan hanya menjual mimpi. nggak heran kalau banyak orang berbondong-bondong ke jakarta dengan harapan kehidupannya bisa seperti yang di sinetron. padahal hidup di kota itu tidak mudah.
*udah pernah makan asam garam kehidupan*
Maret 9, 2008 at 8:28 pm
Gitu rupanya.. 😕
Saya bukan penggemar s****tron, cuma sering dengar kisah – kisah tentang Jakarta dari yang lain. Bagi saya, di manapun kita berada kita akan selalu diperhadapkan dengan kerasnya hidup.. 😉
Maret 10, 2008 at 1:21 am
Ah, hal ini kelihatannya cukup banyak (?) terjadi ya. Atau setidaknya rada umum di sana. Karena rasanya kalau bukan karena “Jakarta sebagai Utopia” (halah. berlebihan) mungkin tak ada pandangan yang menilai ibukota sebagai sesuatu yang ‘wah’.
Btw, kebalikannya, saya kalau ke desa-desa kecil atau kota yang tidak biasa saya kunjungi, saya biasanya akan mengakhiri kalimat saya dengan:
“…tidak seperti Jakarta, ya.”
(maksudnya udaranya bersih, sampahnya ngga banyak, warganya rukun, dsb 😛 )
Maret 10, 2008 at 8:34 am
Herannya saya sering ketemu sama orang Jakarta (atau sekitarnya) yg sangat mengagungkan Jakarta.
Mereka bersikap “sedikit merendahkan” ketika mereka bertemu dengan org-org “daerah” yg tidak memandang Jakarta itu wah…..
Jadi, buat sementara orang Jakarta, membanggakan kemewahan Jakarta adalah hal yg bisa dilakukan ketika sedikit “kesombongan” adalah sesuatu yg dianggap perlu……. 🙂
Maret 10, 2008 at 11:52 am
Karena saya wong deso, saya memang mengidam-idamkan untuk bisa main ke Jakarta. terutama kebagian cafe or apapun namanya yang menjual Ice-Cream enak (bukan hanya bisanya makan Ice-cream yang iklannya mengisahkan cinta karena ice-cream melulu, tapi itu memang enak juga sih) dan Cake(s) lezat, Hmmm…. Yummy!
Ada lagi, bandung juga Ok, Cita-cita saya kalo udah sampe Bandung pengen ke ‘kebun stoberi’ dan makan stoberi sepuasnya
*malah ngomongin makanan 😛 *
Tapi beneran deh! Yang bikin saya blue with envy sama orang yang tinggal di Jakarta karena makanannya disana
sepertinyaenak-enak, *ngiler*….and barangnya juga basus2 tapi murah
[tambah OOT]
Maret 10, 2008 at 1:48 pm
Sinetron itu maunya apa sih?? Ceritanya terlalu didramatisir, itu2 saja, beda lokasi, beda tempat, tapi cerita sama, tidak mendidik, dan merusak..
Mohon Lembaga Sensor…..
Maret 11, 2008 at 12:13 am
eh…
…tapi mungkin perlu juga diperhatikan, bahwa di jakarta juga ada cerita kehidupan ala sinetron. walaupun bumbu-nya nggak se-dahsyat sinetron, sih.
tapi memang, dalam banyak hal, Jakarta adalah kota dengan perkembangan yang sangat rapid. (duh… nggak bisa menemukan padanannya di bahasa Indonesia 😛 ) arus informasi kencang, kompetisi ketat, dan mobilitas warga yang juga tinggi.
…dan sebagai imbasnya, ada yang sukses dan ada juga yang kurang sukses. ada yang punya rumah gede, dan ada pula yang punya rumah gedhek. realita.
anyway, bisa dibilang ‘budaya Jakarta’ sudah jadi kebudayaan yang cukup ‘unik’ di Indonesia. nggak tahu juga sih, tapi saya kira seharusnya ada bahasan antropologi khusus soal ini. 🙄
Maret 11, 2008 at 1:00 pm
@ cK
Gw kuatir lo termasuk salah satunya… 😕
😆
:::::
@ StreetPunk
Yup, yup. ^^
BTW, kehidupan sinetron juga keras lho. Buktinya selalu ada tante galak + orangtua yang menolak hubungan si tokoh utama. 😛
:::::
@ Xaliber von Reginhild
Itu namanya, rumput tetangga selalu lebih hijau daripada di kebun sendiri.
:::::
@ bsw
Yaah, nggak bisa dipungkiri sih bahwa Jakarta lebih maju dan modern dibanding kota-kota lainnya (misal: mall, gedung bertingkat, koneksi internet). Sebetulnya sih potensi sombong ya ada aja IMHO…
…tapi, itu masih sebagian aja dari Jakarta. Kalau udah pernah ke daerah downtown ya, bahan buat sombongnya nggak bakal sebegitunya amat… rasanya sih. 😛
:::::
@ BdSnowie
Lho, tempatnya makanan enak itu di Bandung. Banyak banget orang Jakarta yang menyerbu Bandung pas liburan cuma buat beli makanan. Brownies kukus, yoghurt Odise, pastry Kartika Sari…
…di Padang nggak ada kan? Di Padang nggak ada kan??
:::::
@ indra1082
Ya, itu lah. Mana semuanya di Jakarta lagi, setting-nya. 😉
:::::
@ yud1
Budaya Jakarta memang unik, IMHO. Saking uniknya, kosakata gaul pun berubah drastis selama 10 tahun terakhir. 😆
*pengalaman pribadi, terkagum-kagum pas nemu majalah cewek edisi tahun 90’an di gudang*
Maret 13, 2008 at 2:38 am
Ayooo… pindah dari Jakarta….
Boikot Jakarta dari statusnya sebagai ibukota!!
(/me lahir dan besar di Jakarta)
Maret 13, 2008 at 3:32 am
tapi memang di jakarta lebih hikjau dan adem daripada semarang… itu kalo yang saya liat…
]
terutama akhir-akhir ini dimana setiap bangunan harus memiliki taman…
jakarta kalo dibandingkan dengan semarang… antara konoha dan suna lah…
Maret 14, 2008 at 2:48 pm
Hah? iya ya? bandung maksudnya. 😛
Kirain jakarta, abis kalo lihat di pilem-pilem yang pas adegan makanan-makannya, kayaknya enak… (kayaknya musti memperhatikan wisata kuliner–dan yang sejenis– lebih cermat lagi nih saya)
Wuih…. kayaknya enak tu. Hmmmm, mau!
BTW, thengs dah buat infonya 😉
Kalo di Padang ada, pasti saya sudah bersyukur banget dan nggak mau kemana-mana lagi 😛
*berdoa supaya para usahawan/wati itu ada yang kepikiran buat buka cabang di Padang* AMIN
Maret 17, 2008 at 5:52 am
naaah itu dia tuh..sinetron melebih2kan sesuatu yg buahnya bikin org merasa tergiur tuk kesana…tp lupa dijelaskan ‘kejamnya’ kehidupan di sana…inget teori “yg kuat yg bertahan” …hhm…sinetron mah layaknya diberantas ajah…sistem pembodohan masyarakat 😦
Maret 25, 2008 at 11:37 am
Hmmm,,
Tapi Ma sendiri ga terlalu ngeh kalo orang suka mikir kesan tentang Jakarta itu dari sinetron, Ma malah lebih sering ngucapin kalimat sinis kaya gitu setelah ada temen temen Ma yang asalnya dari Jakarta, dengan santainya bilang ‘daerah’ buat luar Jakarta, dan bilang ‘Jawa’ buat daerah Jawa Tengah – Jawa Timur,, Emang cuma Jakarta yang kota?
Biar kota kota lain ga sepadat, se-seru, se-banyak mall, se-ada busway, dari Jakarta, bukan berarti lebih inferior.
*Emosi, abis sering dikatain gara2 bukan orang Jakarta dan Bandung sih,,*
Kalo kaya begitu, bukannya setengah dari kesan itu dibikin sama sebagian orang di sana, yang ‘sok superior’?
Ups, no offense guys,,
Maret 26, 2008 at 4:24 pm
kalo yang di sinetron2 itu bukan gambaran jakarta, berarti itu dmn dong??? 😀
Maret 28, 2008 at 7:11 pm
Yah saya sih gak tahu pasti jakarta itu
dimanagimanaMaret 28, 2008 at 7:48 pm
Citra Jakarta yang jelas tu: “Apa-apa ada!” Jadi bukan soal indah, mewah atau kejam, tapi lengkap!
Kamu tau Sou, disini, di ujung pertiwi ini (halah!) kalimatnya bukan “…tidak seperti Jakarta, lah.” Tapi “…tidak seperti di Jawa, lah.” Super generalisir ya? Bahwa seluruh Jawa disamakan dengan Jakarta (atau setidaknya kota2 besarnya).
Tapi ini fakta signifikan, Sou. Tentu saja kami tau bahwa di Jakarta semua yang buruk2pun ada, tapi juga ada akses mudah untuk semua yang ada dan yang bagus. Orang miskin di Jakarta masih bisa nongkrong di Mall, kalo punya duit bisa ngopi di Dunkin Donuts, nonton bioskop di 21, bisa beli koleksi anime di toko J-Stuff, dan ada jalan darat dari seluruh Jawa ke Jakarta untuk yang mau datang. Disini? Orang paling kaya-pun harus naik pesawat (atau kapal) ke Makassar tuk mengunjungi mall terdekat, Dunkin baru mo buka, bioskop “katanya” bakal dibuka (syukur film bajakan di emperan lancar), J-stuff? Rental komik aja cuma ada 2 (pemiliknya satu).
Masih inget waktu sy ngiri Sou beli novel “little house on the prairie” di loakan tempo hari? 😆
Pernah lho, sebelum tahun 2001, ada gengsi tersendiri tuk pemilik2 topi bisbol yang ada bordiran nama di sampingnya, karena itu pasti dibawa dari Jawa, gak ada disini (gengsi serupa tahun2 sebelumnya untuk pemilik kaos Joger dan Dagadu Djogja). 😀
Disini juga gak banyak orang pintar seperti Sora… 🙄
Maret 28, 2008 at 11:57 pm
@ jensen99
Beuh… padahal saudara saya itu tinggalnya di Jawa Timur… xD
Wah, iya ya? Baru tahu saya… 😕
*belum pernah keluar pulau Jawa* =_=!
Hei, itu kejadiannya di Bandung!
*tiba-tiba jadi merasa bodoh*
Eh… Sora itu siapa sih? (o_0)”\
*dirajam*
Maret 29, 2008 at 10:28 pm
ah, untung gak ada temen yang doyan nonton sinetron. gw benci sinetron! (well, di metro ada warlord, di jak ada grey’s anatomy, dan beberapa serial luar yang sekelas film dalam hal kenikmatan menontonnya).
Kebencian ini justru muncul pada saat sehari-hari melihat keluarga (ada beberapa anak kecil) yang tak pernah bosan mengonsumsi tayangan penuh kekerasan verbal (yang jika dibandingkan dengan fisik kekerasan ini lebih parah, padahal kekerasan fisiknya sama sekali tak berdasar, tak jarang yang berlebihan tanpa ada kaitan dengan cerita). Kasihan masyarakat indonesia.
Pernah terpikir untuk memboikot sinetron-sinetron tersebut supaya rating-nya turun, membuat pejabat di PH berpikir untuk membuat tayangan yang lebih berbobot dan mendidik…
April 1, 2008 at 8:35 am
Yang jelas, org2 Jakarta umumnya menganggap org daerah lebih bodoh dari mereka baik dari teknologi maupun pengetahuan lain.
Btw, nah.. ketauan tuh naksir cewek menteng hahaha 😆
April 6, 2008 at 1:15 am
Sora..Beda ya orang yang tontonannya sinetron sama berita, klo nonton berita tentang jakarta rasanya malah kesal dan capek hati *ini sieh gue nya aja yang gak mo nerima kenyataan 😛 *
BdSnowie ..gw malah pengen ke padang lohh, di sana pantainya masih cantik2 kan gak kayak di bali or jkt, jkt cuma punya pantai ancol yang airnya aja udah gak karu2an hu3..
April 6, 2008 at 4:21 pm
@ CY
“Lupakan sudah masa lalu…” :-”
*nyanyi-nyanyi lagu So7, ngeles* xD
@ chielicious
Terimalah kenyataan, mbak. Segimana-gimananya Jakarta, tetep aja itu kota yang macet, panas, padat, tingkat kriminalitasnya tinggi…
lho, kok jadi menjatuhkan begini? 😛April 8, 2008 at 10:29 am
Wih, pdhl Jakarta adalah sebuah kota yg sgt tdk sy idamkan. Kalo bs jgn sampe tinggal d Jkt deh. Ckp Jogja aja hehe.. Lingkungannya itu lo, kriminalitasnya mengerikan. Akibat dr jurang pemisah si miskin dan si kaya yg teramat lebar. Polusi udaranya, hiy.. Sori mori dori tinggal d Jakarta. Mgkn sebuah desa pelosok d pulau jawa dgn sinyal GPRS ckplah buat sy. Atau bahkan Wamena, Jayawijaya yg udaranya sejuk, sungainya yg sedingin es (lelehan es dr puncak Jaya) dgn sayur mayur yg segar. Jg pemandangan eksotis penduduk asli! Wuih.. Elok tenan.
April 9, 2008 at 1:28 pm
Dulu saya tinggal di Jakarta… Dulu saya pernah dipalak di Jakarta… Dulu saya pernah dicopet di Jakarta… Dulu saya pernah dibentak-bentak dan dibilang anak setan di Jakarta… Dulu saya takut sama Jakarta…
Sekarang… saya TAMBAH TAKUT sama Jakarta…
Huhuhu… salam kenal.
Mei 14, 2008 at 11:18 am
jadi inget beberapa tahun lalu, budhe saya yang tinggal di daerah jawa tengah, dgn sinis nanya sama saya,
“kenapa sih, anak2 sma di jakarta baju seragamnya ketat2 gt?make up tebel2, dan kerjaannya rebutan cowok?”
saya cuman meringis dan berusaha jelasin kalo kenyataannya, ada juga kok ROHIS, peraturan ketat soal seragam, dan sibuk nyiapin UAN alih2 rebutan cowok..
akhirnya si budhe cuman manggut2 aja saya jelasin gitu…manggut2 paham ato ga percaya juga saya ga tahu..mgkin dlm hati bersyukur kali anaknya ga di sekolahin di jakarta.. 🙂
Mei 19, 2008 at 12:02 pm
Pengen tahu bagaimana cara sinetron memandang “Kampung”, silahkan baca disini
Juni 7, 2008 at 10:29 am
hmm..jakarta…
saya cukup familiar dengan kota tersebut
kalo dibilang malah kayak rumah ke dua
pokoknya jakarta is jakarta
kota unik..kota metropolis
kota sejuta segala macam
memang benar disana ada surga dunia tapi juga heraka dunia
….pokoknya jangan terlalu kagum atau benci dengan jakarta
September 14, 2010 at 6:28 am
[…] just want to say, be careful of choosing friends. Friend is take part to determining your future, your social degree, it is friend job! choose […]
Februari 26, 2017 at 8:54 pm
Ulasan yg benar-benar mantap. Dibahas dengan cara jelas dan gamblang serta nyaman ditelaah. Senang sekali berkunjung di blog Anda… 🙂