Ditulis oleh Hiruta
Tulisan ini ada sebagai salah satu bentuk keprihatinan saya dengan fenomena yang terjadi belakangan saat ini, dan saya pikir ini ada hubungannya dengan salah satu konsekuensi bahwa umat muslim di Indonesia terbagi ke dalam beberapa jamaah/pergerakan (atau dikenal juga dengan istilah harakah) yang masing-masing jamaah/pergerakan ini memiliki pengikut setianya sendiri-sendiri. Maka, kita mulai dari sini.
Apa yang membuat seseorang dan beberapa lainnya begitu keukeuh dan ngotot saat mengatakan bahwa ”Pokoknya™, kamilah yang paling benar!”?
Yak, sampai disitu, kita berhenti dulu, mari sebentar kita tilik bahasan berikut.
Suatu Senin, saya mendapat jadwal untuk kuliah Theory of Cross Cultural Communication, di mana kuliah ini menghadirkan pelajarannya dalam bentuk film yang ditonton oleh seisi kelas. Ah ya, jika Anda penasaran lebih lanjut tentang kuliah saya yang satu ini, Anda bisa membaca sedikit tentangnya di sini . Sebelum film untuk hari itu dimulai, dosen saya membahas sedikit tentang bagaimana peradaban dan kebudayaan di dunia menjadi sedemikian beragamnya – dan, tidak bisa dipungkiri, ada kebudayaan dari bangsa tertentu yang berperan besar dalam mempengaruhi kebudayaan dunia pada umumnya.
Secara umum, menurut studi dalam Teori Komunikasi Lintas Budaya ini, kebudayaan dunia yang menonjol terdiri atas beberapa bangsa di dunia. Diantaranya:
1. China
2. India
3. Arab + Arab Islam
4. Persia + Persia Islam
5. Turki + Ottoman
6. Islam Asia Tenggara (Indonesia dan Malaysia)
7. Polynesia (Malay Polinesia)
8. Penduduk bagian selatan (Eskimo)
9. Greco Roman
Sekurangnya, sembilan bangsa itulah yang menyumbang keberagaman kebudayaan di dunia. Ada yang menarik, terlebih saat dosen saya itu tersenyum khusus ke arah saya — sambil, sekali lagi, menggaris bawahi antara Islam Arab dan Islam Asia Tenggara. Seperti mengisyaratkan, ‘yah, memang begitu bukan kenyataannya, perbedaan antara dua kebudayaan Islam ini’. Dan saya hanya mengangguk dengan senyum juga.
Sebenarnya ada yang ingin saya katakan pada dosen saya itu, bahwa kalau dilihat lagi, kehidupan beragama umat Muslim di Indonesia hari ini ternyata tidak lepas dari pengaruh ekspansi dakwah dan metode (terkadang disebut juga dengan istilah manhaj) pergerakan Islam di tanah Arab. Tapi, saya urungkan untuk beberapa alasan: pertama, saya tidak bisa dikatakan cukup tahu secara mendetil, bagaimana kemudian beberapa pergerakan di Indonesia muncul (terutama yang bersumber dari Arab dan juga Timur Tengah) sana. Kedua, saya mengasumsikan bahwa dosen saya itu, kemungkinan besar, tidak tahu bahwa di Indonesia sekarang ada banyak kelompok/pergerakan (harakah) — yang masing-masing punya pengikutnya sendiri. Jadi, akhirnya pertanyaan tersebut saya simpan untuk diri saya pribadi saja.
Ah, jadi begitulah. Ada sesuatu yang menarik bagi saya – bahwasanya, berdasarkan pemaparan yang dilakukan dosen saya, maka umat Muslim Indonesia (dan juga Malaysia) punya kekhasannya tersendiri yang berbeda daripada Muslim Arab sana.Dan seperti yang kita tahu, umat muslim di negeri ini terdistribusi dalam beberapa kelompok, jamaah, maupun pergerakan (harakah). Bahkan, selain berupa jamaah/pergerakan, berkelompoknya muslim di Indonesia juga dilengkapi oleh asimilasi dari berbagai unsur budaya – kita semua tahu bahwa muslim Indonesia menyerap budaya muslim Arab, India/Gujarat, Cina, dan seterusnya, dan seterusnya. Di titik ini, perbedaan menjadi tidak hanya terkait jamaah saja; melainkan juga sudah melibatkan elemen etnis dan budaya tersendiri.
Tapi, untuk saat ini, saya kira tidak begitu penting menyebutkannya satu persatu secara detil, karena yang akan dibahas di sini adalah pandangan terhadap kehidupan berkelompoknya umat Muslim Indonesia yang khas ini.
Menyikapi adanya bermacam kelompok, pergerakan, dan jamaah ini tentunya tidak perlu secara ekstrim dan cynical. Bijak saja dengan realitas ini. Kalaupun kita tidak bisa terima, menggugat mereka untuk menggugurkan pengotakan itu dan menjadi satu yang homogen, saya kira itu adalah satu solusi fatal sendiri. Kelompok-kelompok itu sudah ada, dan apa sikap terbaik — yang tidak memperburuk keadaan — yang bisa kita ambil untuk sekarang ini? Mungkin bersikap bijak dan menanggapinya dengan open mind dan kritis. Silahkan jika anda punya tanggapan lain. 🙂
Jadi, sejauh pengelompokan itu tidak disikapi secara berlebihan dan bisa berjalan dengan baik, tanpa bersinggungan satu sama lain, serta bisa beradaptasi dengan ranah sosial dan warna lokal kehidupan masyarakat Indonesia, kenapa tidak?
***
Pun begitu, pengelompokan macam ini juga bisa menuai masalah; terutama saat adanya sikap bangga diri internal antara satu sama lain. Ujungnya tentu saja bisa ditebak — terjadilah kegiatan merendahkan kelompok, jamaah, pergerakan , dan juga orang lain yang berada di luar lingkaran kelompoknya. Dan ini, hingga taraf tertentu, bisa disebut sebagai ‘virus’ dalam lingkup kehidupan sosial di suatu daerah – dalam skala tertentu, inilah yang beberapa kali terjadi di Indonesia. 🙄
Kebanggaan kolektif ini lebih sulit penanggulangannya daripada kebanggaan individual, dan imbasnya sendiri bisa dibilang cukup besar. Alhasil, timbullah sikap-sikap yang merasa bahwa dirinya dan kelompoknya-lah yang paling benar – dan, pada derajat tertentu, berakibat pada munculnya klaim-klaim sepihak yang menyatakan bahwa orang lain adalah sesat-menyesatkan, kafir, ahli bid’ah, ahli syirik, maupun ahli maksiat. Meminjam istilah yang ditemukan oleh seseorang, tampaknya semangat ”Kamilah yang Paling Benar” sedang diterapkan dengan ampuh di sini. 😛
Apalagi akibat fatal lainnya? Dengan kebanggaan golongan seperti ini, akibat lain yang ditimbulkan adalah sikap eksklusif/menutup diri. Dan rantai akibatnya masih akan berlanjut — yaitu tidak bisa (atau tidak mau?) menerima kebenaran dan mengambil pelajaran dari orang lain, apalagi jika orang lain itu berasal dari kelompok atau harakah lain (gengsi kolektifkah ini?). Ini bisa berdampak pada mandeknya perkembangan kelompok/pergerakan tersebut; dengan efek destruktif yang cukup besar pada umat/negara pada umumnya. Padahal jika saja mereka bisa bersikap terbuka dan menyikapi perbedaan yang ada, kerja sama untuk kebaikan toh tetap bisa dilakukan. Dan ini tentunya lebih punya kontribusi ke masyarakat — daripada sekedar mengotak-ngotakkan diri dan mengecam pihak lain sambil memicu perpecahan.
Jadi?
Ya, begitulah… hati-hatilah dengan virus bangga diri ini. Introspeksi diri mulai sekarang. Tentunya kita semua berusaha untuk berkomitmen dengan nilai-nilai kebenaran; tetapi, mengklaim sepihak bahwa kita yang paling benar adalah satu kesalahan fatal™ dan berbahaya™. *meracuni dengan prinsip baru* *bletaak* 😛
Ah, lagipula, lagipula, Surga itu mutlak milik Tuhan, bukan? Bukan milik siapa-siapa atau kelompok/pergerakan tertentu lho. Kelompok, jamaah, atau pergerakan apapun itu hanya sebagai media saja, kita toh dihisab sendiri-sendiri juga nantinya. 🙂
Ps:
Harap baca baik-baik dan
bereaksilah secara proporsional
Referensi : artikel “ Jauhi Racun Ashabiyah” di Hidayatullah.
Agustus 6, 2007 at 8:02 am
agak berat juga ni artikel,tp nyoba nimbrung..
di indonesia virus kebanggaan yang berlebihan terhadap kelompok bukan hanya terjadi pada wilayah agama,tapi telah masuk ke berbagai wilayah.ini sebenarnya hal yang wajar terjadi karena semua orang punya pendapat yang berbeda tentunya.nah,dari dasar pendapat yang berbeda itulah mereka membuat kelompok-kelompok.
virus kebanggaan yang berlebihan yang sampai pada tahap mengaku paling benar itu terjadi tidak pada semua kelompok,tapi pada kelompok tertentu yang memang terbentuk dari elemen-elemen yang berpotensi menjadi virus tadi.nah permasalahanya kelompok seperti ini akan selalu ada dan ada..
Agustus 6, 2007 at 8:11 am
ahahahahahaha,,
Paling benar?? jelaas! kapan lagi berasa paling benar,,
Tapi mungkin emang di titik tertentu kita juga pernah ngerasa begitu juga kali ya,, tapi selama ga bikin orang lain jadi terganggu sih, mungkin gapapa,, 😛
kok Ma jadi inget sesuatu nih masalah ‘kebanggaan kolektif’
*ngeberantakin arsip quote di blog*
“Orang tolol memang seharusnya diberi kartu pengenal khusus, karena mereka yang membuat ketololan kolektif semakin meluas”
tololnya bisa diganti jadi bangga ga ya?*kabur*
@ Wak somad
wak, komennya Ma apus,, kita ga boleh pake pertamax di sini,,
Agustus 6, 2007 at 8:22 am
protes keras aku!!!!
tulisanya njlimet banget,tolong di perbaiki.
apa mataku yang sudah gak awas ya?
Agustus 6, 2007 at 11:00 am
Eskimo bukannya di kutub utara?
Kalo penduduk bagian selatan sih setahu saya cuma satu ras, yaitu Penguin 😆
Agustus 6, 2007 at 11:39 am
@ onoda
Memang benar, sikap kebanggaan kolektif potensial muncul di kelompok manapun gak hanya di kelompok/jamaah/pergerakan umat Muslim seperti ini.
Kalau Mas mencermati perkembangan akhir-akhir ini, mudah-mudahan Mas bisa paham maksud yang ingin disampaikan oleh artikel ini 🙂
Bagian mananya Mas yang njelimet?
@ Rizma
Hmm, yang disinggung disini memang saat kebanggaan itu mengganggu kenyamanan orang lain kan, 😎
@ Fadli
Walaah. Utara! Utara! 😛
*membayangkan kebudayaan keluarga penguin* 😆
Terima kasih koreksinya, Mas 🙂
Agustus 6, 2007 at 12:10 pm
Paling benar dalam hal apa ? bisa diperjelas ? kalau “POKOKNYA ISLAM PALING BENAR” tentu saya mengamininya, kalau anda terserah andalah, toh belum tentu anda seorang muslim, kalau “KELOMPOK SAYA PALING BENAR” inallillahi… hanya ALLAH pangkal kebenaran, mungkin anda terlalu sering diskusi dengan ahmadiyah atau salafi.
Salam Damai.
Agustus 6, 2007 at 12:11 pm
btw, bukanya anda juga merasa paling benar dengan mencibir kelompok “POKOKNYA” ???
Salam Damai.
Agustus 6, 2007 at 12:17 pm
Sudah Sunnahtullah bahwa umat musli akan terpecah belah hal ini telah dijelaskan Rasulullah Sallahu Alaihiwasssalam dalam
Hadits dari ‘Auf bin Malik radhiallahu ‘anhu
افترقت اليهود على إحدى وسبعين فرقة فواحدة في الجنة وسبعين في النار, وافترقت النصارى على ثنيتين وسبعين فرقة فإحدى وسبعين في النار و واحدة في الجنة والذي نفس محمد بيده لتفترقن أمتي على ثلاث وسبعين فرقة واحدة في الجنة وسبعين في النار, قيل يا رسول الله من هم؟ قال: هم الجماعة
“Telah berpecah belah umat Yahudi menjadi tujuh puluh satu golongan, satu golongan di Surga dan tujuh puluh golongan di Neraka. Dan telah terpecah belah umat Nashrani menjadi tujuh puluh dua golongan, tujuh puluh satu golongan di Neraka dan satu golongan di Surga. Demi dzat yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, benar-benar akan terpecah belah umatku menjadi tujuh puluh tiga golongan, satu di Surga dan tujuh puluh dua golongan di Neraka”. Sahabat bertanya:’Siapakah mereka ya Rasulullah?’. Sabdanya:”Mereka adalah Al-Jama’ah” (HR. Ibn Majah; At-Thabari dalam Al-Kabir 18/70; Al-Lalaka’I dalam Syarh I’tiqod Ahlus Sunnah Wal Jama’ah 1/101; Al-Hakim dalam Mustadrak 1/47).
Emang syurga itu Milik Allah Subhana Wa Taala.Dan Semoga kita semu termasuk Al Jama’ah” tsb.
Agustus 6, 2007 at 12:49 pm
Ferry ZK:::
mencibir? mencibir kalau dilakukan karena dicibir duluan rasanya nggak masalah. seperti juga menyinggung orang lain karena disinggung duluan. wong qisas aja dibolehkan, apalagi cuma balas2an gara2 cibir-mencibir 😛
yang jadi masalah dan ide adalah apakah kita tetap mau berdiam diri melihat orang lain yang mencibir itu menyakiti hati orang2 yang dicibirinya.
kita tau sebenernya ada yg bisa kita lakukan, tapi kita memilih diam saja.
merasa paling benar? tidak seperti itu, kok. ini bukan masalah paling benar. ini cuma himbauan kepada yang merasa paling benar itu supaya tidak menjelek2an yang tidak sepaham dengan mereka. emosi kalo disinggung itu wajar kan? jadi, kenapa tidak kita stop aja kegiatan yang menyebabkan emosi itu?
kami di sini tidak akan sampai berkata “kamilah yang paling benar. yang lain sesat”. kami cukup sampai berkata “jangan merasa paling benar”. ada level arti yang berbeda di 2 kalimat itu. kalimat terakhir – menurut saya – jelas lebih ke arah toleransi antar umat yg berbeda paham demi sebuah ketenangan. dicap sesat, apakah itu menyenangkan?
jadi, simpan saja kebenaran yang kamu yakini dalam hati tanpa perlu menyalah2kan orang lain di depan umum, yg mungkin menyimpan perbedaan dalam versi yang berbeda dengan kebenaran yang kamu yakini. tendensi menyalahkan akan menyebabkan kericuhan, saya pikir.
yah, islam memang yang paling benar dari kacamata umat islam. dan tentu saja hindu adalah yg paling benar dari kacamata umat hindu 🙂
percayalah, orang2 di sini cuma sebatas bereaksi atas aksi yg mereka alami, kok 😉
Agustus 6, 2007 at 1:48 pm
@ Shelling Ford,
Kebenaran yang hakiki adalah milik ALLAH, kalau “POKOKNYA” datang dari umat muslim dan dibantah oleh umat lain ya memang sudah kodrat manusia seperti itu, toh sudah menjadi hak orang muslim meyakini “POKOKNYA KAMI PALING BENAR” begitu juga sudah menjadi haknya non muslim mengatakan “POKOKNYA KAMI YANG PALING BENAR” juga, jadi kenapa mesti dipermasalahkan ?
Mereka juga kan menyampaikanya kepada sesama umat muslim koq anda yang kebakaran jenggot ? (* emang punya jenggot apa ? *)
Salam Damai.
Agustus 6, 2007 at 1:49 pm
@ Ferry ZK
Di artikel itu sudah dijelaskan sih, maksud `yang paling benar dalam hal apa`, saya kutipkan ya,
Eh, anda malah sudah menjawabnya sendiri dalam komentar anda. ^^
Dan ahem. saya tanggapi per-bagiannya.
Saya muslim kok 😉
Dan tentu saja bagi saya pribadi, Islam-lah yang saya yakini kebenarannya. Namun, dengan keyakinan seperti ini tidak lantas menjadikan saya boleh dengan seenaknya merendahkan keyakinan umat lain bukan?
Sekarang konteksnya lebih kita persempit lagi, dalam internal umat Islam. Seperti yang kita ketahui ada berbagai kelompok/golongan atau jamaah dalam kehidupan umat Muslim saat ini. Seandainya nih, saya pengikut setia salah satu kelompok yang ada tersebut, dan saya yakin dengan pilihan saya itu, bukan lantas berarti kelompok lain di luar pilihan saya itu boleh saya rendahkan, saya cap sesat, saya salah-salahkan, hanya karena mereka berbeda dengan saya kan?
Intinya apa? Kebenaran menjadi relatif disini, dan harusnya saya bisa cukup berbesar hati dengan kebenaran yang diyakini orang lain/kelompok lain dan tidak memaksakan bahwa `PEMAHAMAN KELOMPOK SAYA LAH` yang paling benar.
Jadi, tiap kita berusaha berkomitmen pada nilai-nilai kebenaran yang kita yakini dan sekaligus bijak menyikapi perbedaan yang ada.
Errr… gimana ya?
Jika dengan menuliskan kritik seperti ini anda melihatnya sebagai cibiran dan saya dianggap merasa paling benar, lalu anda bertahan dengan asumsi pribadi tersebut tanpa melihat maksud yang ingin disampaikan oleh artikel ini, saya bisa bilang apa?
@ irf
Yap, terima kasih atas tanggapannya Mas/Mbak 🙂
btw, saya turut mengaminkan kalimat terakhirnya.
@ Shelling Ford
Nice 8 paragraphs…
Agustus 6, 2007 at 1:52 pm
Toleransi tentu mengandung arti untuk kedua belah pihak bukan ? tentu umat muslim di amerika sana tidak meminta pornografi dilarang karena mereka tahu justru mereka yang harus toleransi terhadap mayoritas kebiasaan disana, sementara disini khan umat muslim yang mayoritas juga berhak diberi toleransi coz, agama mereka melarang pornografi lantas apakah bisa anda bertoleransi untuk kami ?
Salam Damai.
Agustus 6, 2007 at 2:02 pm
@ Jejak Pena,
adalah benar bahwa saat ini dalam ISLAM sendiri terpecah menjadi banyak sekali golongan – golongan yang masing – masing merasa mengikuti mahzab – mahzab yang ada dalam sejarah ISLAM, kenapa disebut dalam sejarah ISLAM, karena ISLAM sendiri tidak mendefinisikan menjadi beberapa mahzab, tetapi mahzab tersebut lahir dari buah pemikiran, setahu saya (CMIIW) bahkan tiap – tiap penulis mahzab tersebut tidak saling menyalahkan dan menganggap mahzabnya paling benar, kalau dewasa ini banyak yang demikian tentu juga hasil dari buah pemikiran mereka sendiri.
Yang saya pribadi khawatirkan adalah usaha – usaha melemahkan umat muslim yang sekarang kian gencar dilakukan, kalau memang ada penyimpangan dalam berdak’wah mari bersama kita ingatkan bukan dengan mencibir dan mentertawakan.
Salam Damai.
Agustus 6, 2007 at 2:10 pm
Pornografi bukan lantas representatif terhadap kultur Amerika Serikat, lalu berlawanan dengan kultur Islam. Umat Islam bukannya tidak ada yang menjadi konsumen pornografi.
Memang secara teori Islam tidak membenarkan pornografi, tapi pelarangan itu tidak lantas eksklusif milik Islam.
Orang Islam yang bejat bukan satu-satunya kaum bejat di dunia.
Orang Islam yang mulia bukan satu-satunya kaum mulia di dunia.
Agustus 6, 2007 at 2:14 pm
Ferry ZK:::
lho, kalo saya disebut anjing, bangsat(ch), bodoh, kafir, penghuni neraka, tidakkah saya merasa berhak untuk kepengen menempeleng kepala mereka2 yang merasa paling benar itu, meskipun mereka menyampaikannya kepada saya yg sesama muslim?
dan kebetulan saya tidak punya jenggot panjang, lho. ada juga yang jarang-jarang 🙂
kami tidak mempermasalahkan hal itu, sepanjang diyakini dalam hatinya sendiri dan bukan untuk dijadikan alasan merendahkan keyakinan orang lain.
yang islam silahkan meyakini kebenaran hakiki adalah milik allah. tapi tentu saja kita sebagai orang islam tidak bijaksana berteriak2 di depan hidung orang hindu bahwa kebenaran hakiki milik trimurti dan segala manifestasinya versi mereka adalah salah.
dalam lingkup yang lebih sempit pada islam, bijakkah tindakan orang2 (yang mengaku) salafy dengan mengatakan bahwa jamaah tabligh adalah sesat? apalagi jika hal itu dikemukakan di wilayah yang bukan daerah teritorial mereka, tapi justru di teritorial kaum yang mereka anggap sesat. tidakkah hal itu justru rawan menimbulkan kekisruhan.
berteriak2 mengatakan orang bali itu laknat di pulau bali tentunya bukan suatu tindakan bijaksana, kan? 😉
*pengumuman! saya orang bali, lho*
hei, kita hidup di alam yang majemuk. hormatilah hak-hak orang lain. dengan tidak menghormati keyakinan orang lain, apakah itu bukan suatu masalah? saya pikir, ya, itu adalah suatu masalah 😀
sedikit bersuara tentang permasalahan ini saya pikir lebih keren daripada cuma diam saja. siapa tau kita bisa mengubah kebiasaan yang ada sekarang ini ke arah yang lebih baik. diam, menurut saya, tidak akan mengubah apa-apa 🙂 dan – dalam ego saya sebagai seorang muslim – jika anda mengaku sebagai seorang muslim, tidak prihatinkah anda melihat sesama muslim saling menyalahkan dan mengkafirkan? tidak prihatinkah melihat umat islam terpecah-pecah dan tidak bersatu (yang kayak ginian kok berani2nya mimpi mau menegakkan khilafah islamiyah. khilafah islamiyah versi golongan siapa coba?)?
jika jawaban anda adalah tidak, wah, saya ndak bisa mbantah apa-apa lagi. teruskan hidup anda, dan kami juga meneruskan langkah yang kami pilih sendiri…tanpa menganggap yang tidak sepaham dengan kami adalah anjing neraka
Agustus 6, 2007 at 2:22 pm
Ferry ZK:::
dan faktanya sekarang, ternyata penganut mahzab yang satu berteriak2 menganggap penganut mahzab yang lain sebagai mahzab sesat justru di dalam “rumah” si pemilik mahzab yang dianggap sesat itu (kalau di “rumah” mereka sendiri, sih, ya saya pikir itu nggak terlalu masalah. asal sadar dengan konsekuensinya aja). tidakkah itu suatu masalah, bang? 😉
jika anda minta contoh, silahkan blogwalking sendiri
Agustus 6, 2007 at 2:28 pm
@ Shelling Ford,
kalau tentang salafi kebetulan saya punya link yang bagus yang saya rangkum di blog saya :
memang benar seperti yang anda katakan, saya juga sering jum’atan tetapi tidak sepaham dengan pengkhutbahnya, tetapi tentulah kita kembalikan kepada ALLAH, selama yang mereka teriakan tidak bertentangan dengan TAUHID kenapa mesti mencibir, kalau kita punya kemampuan coba saja nasehati.
Shelling Ford –> “lho, kalo saya disebut anjing, bangsat(ch), bodoh, kafir, penghuni neraka, tidakkah saya merasa berhak untuk kepengen menempeleng kepala mereka2 yang merasa paling benar itu, meskipun mereka menyampaikannya kepada saya yg sesama muslim?”
kenapa anda dikatakan demikian ? apakah anda juga “golongan pembaharu ?” kalau anda yakin anda benar dan mereka salah do’akan saja supaya mereka mendapat hidayah, tetapi bukan dengan mengumbar kejelekam mereka toh hanya ALLAH yang memiliki kebenaran yang hakiki.
Salam Damai.
Agustus 6, 2007 at 2:34 pm
@ Mas Shelling Ford,
Shelling Ford –> “dan faktanya sekarang, ternyata penganut mahzab yang satu berteriak2 menganggap penganut mahzab yang lain sebagai mahzab sesat justru di dalam “rumah” si pemilik mahzab yang dianggap sesat itu (kalau di “rumah” mereka sendiri, sih, ya saya pikir itu nggak terlalu masalah. asal sadar dengan konsekuensinya aja). tidakkah itu suatu masalah, bang?”
==> tentu masalah, sebab memang iblis tentu lebih suka dan selalu berusaha hinggap kepada umat muslim, tetapi apakah tidak ada cara lain selain cara yang justru melemahkan ISLAM itu sendiri ?
Salam Damai.
Agustus 6, 2007 at 2:49 pm
@ Ferry ZK
Begitulah realitas sikap para imam mahzab saat itu. Mereka beda interpretasi tapi tidak `mengacungkan telunjuk` mengatakan penafsiran imam selainnya adalah salah, sesat dan sebagainya.
Dan fenomena hari ini bisa anda lihat sendiri bukan? Dan itu yang saya bidik di artikel ini. Mestinya anda cukup bisa membaca kekhawatiran saya (hingga menulis artikel ini), bahwa fenomena seperti ini malah menggiring pada perpecahan umat Muslim sendiri. Logis saja, saat kita tidak bisa menerima pendapat orang lain, bersikap eksklusif karena merasa paling benar, bukankah itu berarti kita sedang mengurai-urai benang persaudaraan (ukhuwah) itu sendiri? 😉
Hemm, itu cukup logis.
Saya setuju bahwa kita saling mengingatkan dan kalau saya bilang salah satu usaha saya itu dengan jalan mengingatkan saudara-saudara saya untuk menghindari kebanggaan kolektif seperti ini, bagaimana menurut anda? 😉
Agustus 6, 2007 at 2:59 pm
Ferry ZK:::
ehm…saya sedikit ga paham.
kampanya ini justru mengajak supaya islam tidak lemah karena terpecah-belah. kalo ajakan seperti ini justru dianggap melemahkan islam, apa mas punya solusi riil yang lain untuk mengatasi masalah seperti di artikel?
saya ga mudheng dengan definisi “golongan pembaharu” itu. maksudnya golongan yang bagaimana? yang jelas saya cuma pengen sesama islam nggak saling menyalahkan. cuma ya, nanti2 kalo saya dikasari. saya sendiri cuma meradang kalo diserang.
secara kasar saya jawab karena saya berbeda paham dengan mereka. dan, apakah saya nggak boleh emosi lalu membalas? qisas aja boleh lho, mas. nyawa bayar nyawa. membalas itu hal yang manusiawi. emosi itu fitrah manusia. dan islam sudah memberikan solusi untuk itu dengan cara balaslah secara setimpal (meskipun tetap ada pilihan yang lebih baik).
memang ada hal lain yang lebih baik, misalnya mendoakan. tapi, lebih buruk bukan berarti haram, kan? 😉 saya bukan tipe orang yang kalo pipi kiri saya ditempeleng maka saya akan menyodorkan pipi kanan saya lagi buat ditempeleng juga. saya pasti memilih untuk balas menampar. dan alhamdulillah saya memeluk agama islam yang membolehkan saya untuk membalas perbuatan atas apa yang saya terima secara setimpal, yeah…meskipun ada yg lebih baik memang.
oh ya…saya juga agak heran, di mana letak “cibiran” dalam artikel di atas? nada satire memang masih sedikit ada. tapi saya justru menganggap artikel di atas sebagai sebuah ajakan untuk saling hormat-menghormati.
“tidak bertentangan dengan tauhid” dan “tidak menjelek2kan paham lain” saya rasa adalah 2 buah kasus berbeda yang butuh cara penanganan yang berbeda pula 😉 artikel di atas, menurut saya bukanlah membahas “bertentangan dengan tauhid atau tidak”, tapi membahas “menjelek2kan paham lain atau tidak”
tidak bertentangan dengan tauhid pun masih bisa dipecah menjadi tauhid yang versinya siapa, hehehehehehehehe
Agustus 6, 2007 at 4:28 pm
@ jejakpena,
kebanggaan kolektif golongan “sekte ISLAM” atau kebanggaan kolektif golongan “ummat ISLAM” ? kalau kebanggaan kolektif “sekte ISLAM” tentu kita harus hindari, tetapi secara jujur saya bangga sebagai “ummat ISLAM”.
@ Shelling Ford,
Tentu kampanye menyatukan ummat ISLAM bukan dengan mengajak meninggalkan jihad, bukan pula dengan mengajak toleransi buta, sehingga melupakan yang halal dan yang haram seperti pornografi misalnya.
“Golongan pembaharu” ya itu ISLAM Liberal, salafi, ahmadiyah, dll. (* he… he.. gw kembali ke POKOKNYA yaaaaa *) yang nash nya lemah.
Mas Qisas juga boleh setelah diputus sama hakim yang adil, lagipula ALLAH lebih mengedepankan pemberian ma’af dari pada qisas, baca aja lagi klo ga percaya.
Mas anda muslim ? apakah ada banyak Tauhid dalam ISLAM ?
Salam Damai.
Agustus 6, 2007 at 5:08 pm
Saya jadi ingat tentanbg Kristen juga…
Meski Kristen sudah diperbaharui menjadi protestan, tapi masih ada yang mengikuti Katholik. Bahkan ada yang mengikuti “pakem” Orthodoks.
Agustus 6, 2007 at 5:44 pm
pke, saya setuju. jadi bagaimana caranya “mengajari” mereka yang merasa paling benar itu supaya tidak berteriak2 ngawur? riilnya seperti apa? menyalahkan berarti punya solusi lain yang lebih bagus, kan? 😉
hehehehehe, nash lemah itu kan menurut anda. menurut mereka, nash mereka kuat sekali, lho. yang paling valid, malah
saya menganalogikan dengan qisas, tentunya saya mengambil esensi konsep dasarnya saja, yakni: boleh. mengedepankan bukan berarti yang sedikit di belakangnya lantas menjadi haram, kan?
saya nggak hendak membahas tatacara qisas. tapi hukum asalnya qisas itu sendiri boleh/haram? itu saja dasar analogi saya. cuma pingin menegaskan kalo urusan nyawa aja bisa balas2an, apalagi untuk perkara lain yg lebih kecil 🙂
oke. kalo saya masih menyembah allah dan ternyata dianggap tetap sebagai penghuni neraka, menurut mas ketauhidan itu jadi ada berapa? hehehehehe
Agustus 6, 2007 at 5:49 pm
@ Hiruta
Udah jelas jelas dijelasin kalo di sini ini maksudnya buat “memang saat kebanggaan itu mengganggu kenyamanan orang lain “ aja bikin orang lain kesentil,, gimana kalo ga dijelasin,, 😛
Seneng nih ketemu mas Ferry terus di mana mana,,
Pakabar mas?
Jadi gimana nih saran mas Ferry cara memperbaiki perbedaan di antara umat Islam biar ga saling sindir, hina dan mentertawakan??
Ditunggu lho saran sarannya,,
Agustus 6, 2007 at 5:53 pm
@ Ferry ZK
Walaah, ada kosa kata baru lagi, `sekte Islam`.
Saya balik ke bahasan di artikel saja ya, khawatirnya penggunaan kata `sekte` malah memicu interpretasi yang lain lagi.
Dari artikel disebutkan lumayan jelas, `kebanggaan kolektif` dari kelompok/jamaah/pergerakan Islam yang ada di Indonesia.
Agustus 6, 2007 at 6:45 pm
@ Rizma
Entah juga ya Ma, gak kebayang tuh. 😛
Mungkin ini ada hubungannya dengan realita, bahwa sikap kritis dan openmind terkadang masih sulit diusahakan. Jadinya,setiap ada yang mengkritik atau memberi masukan langsung dianggap itu sebagai ancaman untuk menjatuhkan, dan maksud-maksud negatif lainnya tanpa mau melihat inti dari kritikan itu secara objektif dan proporsional… 🙄
Agustus 6, 2007 at 11:53 pm
Pokoke anda anda ini harus mengikuti pemahaman saya, agar kalian tidak di bakar di neraka jahanam. Karena pemahaman sayalah yang paling benar. Pemahaman kalian telah di rasuki pemahaman Iblis, karena tidak sama dengan pemahaman saya. 👿
* lagi di neraka ke 7 *
Agustus 7, 2007 at 9:43 am
kalo otokritik (baca:introspeksi) sudah dianggap sebagai hal yang melemahkan Islam, aduh mo jadi seperti apa nasib agama ini nantinya.
Agustus 7, 2007 at 12:24 pm
Status quo…? 🙄
Well, terlepas daripada apakah agama itu benar atau salah, memang kayaknya agama itu adalah pemecah belah manusia yang terhebat sepanjang sejarah 😆
Agustus 7, 2007 at 12:35 pm
Mulai bosan nih dengan tulisan-tulisan seperti ini.
Ga ada genre lain apa ya?
Apa teman2 disini mo jadi politikus atau aktifis harakah semua?
Agustus 7, 2007 at 1:08 pm
@ Fadli
Ayo dong ikut menulis dan menyumbang ide dengan genre lain.:)
—
Btw, saya jadi mikir, kalau topik pencerahan itu punya ekses bosan atau tidak bosan, dipertanyakan lagi lho itikad baiknya (berusaha) melakukan pencerahan. Kita menulis disini bukan untuk sekedar bacaan konsumtif kan, yang isunya tidak perlu lagi diangkat saat mulai sepi dari antusiasme publik. Karena ada arah yang lebih baik (yang diharapkan)yang jadi goal-nya dan itu perlu konsisten, saya pikir…
Dan hmm… kalau tulisan genre beginian, jadi terlihat seperti `rada ingin` jadi politikus dan aktivis harakah ya? *baru tahu*
Well… tiap orang memang punya reaksi yang beragam sih… makanya, ada tawaran kreatif lagi? Ditunggu! 🙂
Agustus 7, 2007 at 5:13 pm
@ Fadli
Ya nggak lah, Mas. Kita juga memanfaatkan stream kok dalam mengeluarkan suatu post. 😀
Lagipula, dulu kan juga pernah, dua-tiga minggu post di blog ini yang temanya sosial-poliik semua. Jadi bukannya disengaja mau berfokus ke satu tema aja. 😉
Agustus 8, 2007 at 5:54 pm
Intinya sih komunikasi yang baik sangat diperlukan ketika terjadi banyak perbedaan.
Kalau masalah kebenaran tentu setiap kelompok punya dalil masing-masing
Boleh saja merasa lebih benar dari kelompok lain tentunya setelah dialog dengan menelaah masing-masing dalilnya. Dialog ini harus dengan cara yang baik dan perasaan lebih benar yang didapat itu tidak membuat kita berhak untuk menyakiti perasaan orang lain. Perasaan lebih benar itu hanyalah meyakinkan bahwa kita meyakini sesuatu yang benar walaupun orang lain gak setuju.
Sekali lagi intinya komunikasi yang baik
Tulisan ini adalah salah satu bentuk komunikasi yang baik
sangat wajar dan permasalahan yang disampaikan penting
saya tidak menangkap indikasi melemahkan islam pada tulisan ini,justru menurut saya yang disampaikan baik untuk kepentingan umat islam yang beragam sekarang.
Agustus 12, 2007 at 9:46 am
Assalamualaikum,
Tentang pemahaman agama yang berbeda2, ada sebuah cerita nih (fiktif, tapi mudah-mudahan berisi):
Saya kuliah di jurusan Fisika UI. Sejak dahulu saya sangat mencintai fisika. Saya selalu mendapatkan nilai A/B untuk setiap mata kuliah, kecuali… mata kuliah yang “satu” itu.
Ya, mata kuliah Fisika Kuantum. Mengapa saya tidak bisa memahaminya? Fisika jenis apakah ini? Berkunang-kunang saya ketika mencoba memahaminya. Tidak terbayang.
Akhirnya, ujian Fisika Kuantum datang juga. Kami membaca buku yang SAMA. Waktu yang diberikan untuk belajar sebelumnya SAMA. Waktu untuk mengerjakannya pun SAMA. Soal dari dosen pun SAMA. Inilah soalnya:
Soal pertama: Sebutkan rumus relativitas…
Soal kedua: Tambah susah, diberikan soal untuk mengaplikasikan rumus…
Soal ketiga: Mati aku, studi kasus relativitas…
Soal keempat: Mampus, menurunkan rumus baru….
Ketika ujian dibagikan, hasilnya BERBEDA…. saya mendapatkan nilai 20, tapi orang lain mendapatkan nilai 90?
Apa yang salah? Buku Fisika Kuantum yang sama-sama kami pakai pun sudah sangat eksak. Tidak mungkin menarik pemahaman ganda dari textbook itu… Jadi mengapa nilainya beda-beda?
Jawabannya: Pemahaman. Ya, meski setiap orang memiliki textbook yang sama, karena bedanya pemahaman, maka beda pula hasilnya. Ada orang yang jago “copy paste” Quran-Hadits an-sich untuk , serupa dengan menyelesaikan soal no 1. Tapi untuk permasalahan hidup yang sangat kompleks, mereka kurang bisa mengimplementasikan dalil-dalil yang ada.
Serupa dengan yang terjadi pada umat Islam. Mereka diberikan “textbook” yang sama, yakni Al-Quran. Tentu saja karena perbedaan pemahaman, maka ada perbedaan setiap orang dalam mengimplementasikan Al-Quran sebagai jawaban atas permasalahan-permasalahan hidup. Apalagi, Al-Quran itu lebih susah dipahami daripada textbook Fisika Kuantum. Textbook Fisika Kuantum saja yang sedemikian eksak masih menimbulkan perbedaan pemahaman, apalagi Al-Quran yang lebih tidak eksak?
Seandainya Allah SWT menginginkan kita semua memiliki pemahaman yang sama, pasti Al-Quran akan diturunkan sampai tingkat kedetailan yang jauh melebihi hadits, sehingga tidak akan menimbulkan interpretasi ganda. Namun apakah Al-Quran diturunkan seperti itu? Tidak kan?
Jadi tidak ada “Pokoknya(TM) Kami Paling Benar”. Anda bisa benar, bisa salah. Yang terlepas dari kesalahan hanyalah Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam.
(n_n)
Agustus 12, 2007 at 6:47 pm
@ Secondprince
Saya rasa juga gitu Mas, saat ada hal-hal yang mentok dan beda, ada upaya komunikasi baik-baik untuk menjembatani beda itu.
Ahahaha… yang menganggap tulisan ini mengindikasikan upaya melemahkan umat Islam, mungkin udah dipenuhi imej-imej negatif semuanya, jadi begitu ada apapun itu, disamakan juga akhirnya. 🙄
@ Muhammad Ismail Faruqi
Waww… mudah-mudahan makin banyak lagi orang yang bisa bilang begini, jadinya makin banyak juga yang sadar kalau misuh-misuh cuma gara-gara beda interpretasi itu memang beneran sangat tidak penting.
Agustus 14, 2007 at 4:31 pm
[…] kondisi carut marut di hampir berbagai lini kehidupan bangsa Indonesia ini. Mulai dari korupsi, kerukunan hidup antar umat beragama, ketidakstabilan perekonomian, stabilitas politik yang tidak menentu, supremasi hukum yang entah […]
September 20, 2007 at 4:46 pm
[…] …beberapa dari umat ini suka mengkotak-kotakkan dan pukul rata umat di luar jamaahnya? […]
Desember 30, 2007 at 4:33 pm
Berkata “Agamaku paling benar”. Sama saja dengan seorang bocah yang berkata “Mainanku paling bagus”.
Apakah agama membuat umatnya untuk bersikap kekanak-kanakan?
Berkata “Tiada Tuhan selain Allah”. Sama sekali bohong, keliru dan tanpa nalar. Karena kehidupan di dunia sudah ada miliaran tahun sebelum Allah diangkat sebagai Tuhan oleh Muhamad. Allah lahir/diciptakan baru kemarin sore kalau dibandingkan dengan mulanya kehidupan di bumi ini.
Apakah agama memang dibuat untuk membohongi umat?
Desember 31, 2007 at 9:37 am
@ Lestari
Anda orang yang sama dengan B Ali kan?
Januari 6, 2008 at 10:41 am
Saat ini, Indonesia mengalami krisis multi-dimensi. Sedangkan sebagian besar dari krisis ini disebabkan oleh agama.
Agama Islam adalah agama dari rumpun Abrahamik seperti halnya Kristen dan Yahudi. Ketiga agama ini menanamkan kebencian, permusuhan dan kekerasan sepanjang massa.
Penduduk Indonesia adalah 60% berada di Jawa. Jadi kekuatan ada di Jawa. Kalau orang jawa segera meninggalkan agama rumpun abrahamik dan kembali kepada Kepercayaan asli, maka sebagian besar dari krisis ini akan hilang dan Indonesia akan seketika sembuh dari krisis ini.
Indonesia adalah negara besar, kaya dengan sumber alam. Indonesia tidak berhak mempunyai nasib yang sepuruk ini.
April 28, 2008 at 7:49 pm
MUSUH ISLAM ADALAH ALQUR’AN
Kita mengetahui bahwa tujuan memeluk suatu agama (agama apapun) adalah untuk membuat umatnya menjadi teguh batiniah. Kuat tak tergoncangkan.
Sedangkan Alqur’an merupakan musuh yang paling berbahaya terhadap agama Islam. Alqur’an membelenggu umat muslim supaya menjadi lemah, mudah diadu-domba dan mudah dihasut.
Buktinya, umat muslim saat ini sangat lemah. Melihat kartoon Nabi Muhammad saja sudah bingung kesurupan. Melihat kepercayaan-kepercayaan lain juga umat muslim menjadi sakit. Umat muslim mudah diadu-domba sehingga mengeluarkan fatwa-fatwa bringas, merusak tempat-tempat ibadah umat yang beragama lain, sweeping, dan melakukan kekerasan-kekerasan ala jaman kegelapan.
Semuanya itu adalah hasil dari penghayatan Alqur’an. Alqur’an sedang melemahkan dan merusak jiwa dan prilaku umat muslim.
Jadi musuh utama bagi Islam adalah Alqur’an.